Dari kebijakan – kebijakan tersebut Indonesia sejak awal memang tidak siap untuk menghadapi pandemik Covid-19 ditambah lagi dengan pernyataan – pernyataan pemerintah melalui kementerian mengatakan bahwa Corona tidak akan masuk di Indonesia karena doyan makan nasi kucing 2. Kemudian Mahmud MD melalui Instagramnya mengatakan “dalam kelakarnya Mengko Perekonomian bilang karena perizinan Indonesia berbelit-berbelit maka virus Corona tidak bisa masuk. Tetapi omnibus law tentang perizinan lapangan kerja jalan terus.
Covid-19 sendiri merupakan Virus Yang dapat di kategorikan sebagai mikroorganisme pathogen/racun yang menginfeksi sel makhluk hidup. Orang yang terinfeksi COVID-19 memiliki gejala awal seperti demam, batuk kering, nyeri dan linu, serak, dan diare. Gejala akan bertambah seiring masa inkubasi virus yang bisa mencapai 14 hari. Dalam level yang lebih parah, penderita akan mengalami sesak napas.
Covid-19 tidak hanya menyebabkan kondisi perekenomian dalam ancaman kriris global khususnya di Indonesia. Pemerintah dipusat maupun didaerah kebingungan menghadapi pandemik ini, kebijakan penanganan Covid-19 bisa berubah hanya dalam jangka waktu satu hari untuk meminimalisir penyebaran Covid-19. Kebijakan melalui pembatasan sosial skala besar ataupun kebijakan Work From Home (Bekerja dari Rumah), tidak merata bagi kelas pekerja di Indonesia hal ini dapat dilihat di kawasan Industri (Makassar, Bekasi, Jakarta, Karawang, Tangerang, dll) buruh masih bekerja seperti biasa, tetapi dengan alat pelindung diri (APD) yang minim.
Dampak buruk yang ditimbulkan dari Covid-19 ini adalah terancam PHK Massal, buruh dirumahkan tanpa dibayarkan upah dan itu sudah mulai terjadi, belum lagi jika kita berbicara soal pekerja informal yang pendapatannya harian memilih tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dampak lain yang ditimbulkan bagi perempuan (Buruh Pabrik, Pekerja Rumah Tangga, dll) apabila terjadi wabah di suatu Negara perempuan rentan terpapar virus, perempuan kelas bawah mengalami beban yang berlapis salah satu kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19 yaitu bekerja dari rumah, belajar dari rumah maka perempuanlah yang punya beban lebih banyak, disamping mengurusi kerja domestik perempuan juga harus mengajari anak – anaknya dirumah.
Bekerja dari Rumah juga berpotensi meningkatnya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (KDRT). Pada 2019, dari 14.719 kasus yang dilaporkan ke lembaga layanan, persentase terbesar adalah KDRT/Ranah Personal yakni 11.105 kasus (75%). Kasusnya meliputi Kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 6.555 kasus (59%), disusul kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP) 2.341 kasus (21%) dengan pelaku tertinggi adalah suami, ayah kandung, ayah tiri/angkat dan paman (CATAHU, 2020).
Selain itu BPS juga mencatat pekerja informal perempuan sebanyak 61% dari total angkatan kerja di Indonesia dan sektor ekonomi kreatif paling banyak menyerap pekerja perempuan, yakni 53,86% dan pekerja perempuan rentan mengalami kekerasan ditempat kerja. Petugas medis yang berada di garda depan merisikokan diri terpapar pada COVID-19, terutama dalam kondisi keterbatasan Alat Pelindung Diri (APD) medis. Termasuk di dalamnya adalah perawat, dimana dari 359.339 perawat, 71% atau 259.326 orang adalah perempuan (PPNI, 2017).
Perempuan yang menjadi breadwinner di keluarga, mendapatkan kesepempatan pekerjaan menjadi lebih sedikit karena pekerjaan informal yang lebih banyak merekrut pekerja informal (go massage) dihentikan sehingga mereka harus mencari pekerjaan lain yang justru semakin tertutup peluang untuk mendapatkan pekerjaan ditengah pandemi.
Perempuan kelas bawah dan miskin ditengah Covid-19 benar – benar tidak menguntungkan, hidup di dibawah sistem Kapitalisme dan masyarakat yang patriarki hanya dianggap sebagai manusia kelas kedua, ketika kapitalisme mengalami krisis, perempuan banyak dipekerjakan karena dapat diupah secara murah dan apabila terjadi PHK massal maka perempuan yang langsung terkena imbasnya hal ini disebabkan karena ketika perempuan bekerja hanya dianggap sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga. Begitupun ketika perempuan kembali ke rumah untuk mengurusi pekerjaan rumah yang tidak diupah maka perempuan dituntut untuk bisa merawat, suami, anak, agar tetap sehat ketika bekerja.
Selain itu perempuan juga dituntut dapat meminimalisir belanja kebutuhan Rumah Tangga sementara harga kebutuhan pokok terus melambung, berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) per 23 Maret 2020, beberapa komoditas bahan pokok mengalami kenaikan harga (rata-rata harga nasional) yang signifikan dalam sebulan terakhir dan kenaikan sejak awal tahun (year to date/ytd) antara lain gula pasir lokal 18,71% (ytd 31,2%), gula pasir kualitas premium 10,68% (ytd 15,54%), bawang putih naik 36% (ytd), bawang merah 5,56% (ytd 4,57%), cabai rawit merah 18,11% (ytd 2,74%).6 baru – baru ini harga gula pasir di kab. Bandung pekan lalu sudah melonjak menjadi Rp.27.000 per kg dan pekan ini menyentuh Rp.50.000 per kg padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp12.500 per kg)7. Fenomena Panic Buying juga berdampak pada kelas menengah kebawah yang sulit memenuhi kebutuhan pangan keluarganya karena tidak mampu menyetok bahan makanan.
Kapitalisme sistem yang buruk dan merusak karena penggunaan tenaga manusia dan alam secara berlebihan, ketidakselarasan antara manusia dan alam menimbulkan kerusakan dimana – mana, ketimpangan antara kaum pemodal dengan proletar juga terus terjadi, buruh dipaksa terus bekerja untuk mendatangkan keuntungan bagi kapitalis ditengah pandemi, tanah dirampas oleh kaum kapitalis untuk ekspansi modalnya sehingga yang terjadi adalah petani terus berlawan ditengah pandemi dengan resiko penularan Covid-19 yang sangat cepat.
Pandemik yang muncul saat ini adalah wajah kapitalisme yang bobrok hanya mementingkan keuntungan, rakyat kelas pekerja dipaksa berhadap-hadapan dengan Covid-19, pernyataan Juru Bicara Covid-19 yang mengatakan “Yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar dan yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya”8, pernyataan ini melukai orang miskin dan hina, padahal dalam situasi seperti ini merekalah yang mendapatkan dampak paling besar, dan wabah tidak pernah memandang kelas apakah dia kaya ataupun miskin, suku, agama maupun ras, semua orang bisa terinfeksi virus ini, tapi ketika berbicara soal hak kesehatan maka rakyat miskin mendapatkan diskriminasi dari kondisi ini.
Para elit politik hari ini justru mempertontonkan bagaimana menyelamatkan kriris kapitalisme bukan rakyatnya yang harus ditolong terlebih dahulu akibat Covid-19, para ahli ekonom kapitalis justru sibuk memikirkan bagaimana perbaikan bursa saham yang anjlok serta laba dan modal kapitalisme yang rusak akibat pandemi ini, tapi rakyatnya dibiarkan mati karena Covid-19. Ditengah penanganan Covid-19 DPR RI masih terus membahas Omnibus Law RUU CIPTA KERJA yang menyengsarakan kelas pekerja di masa depan, mereka mengambil kesempatan ditengah Covid-19 yang menguntungkan bagi kaum pemodal dan lagi – lagi kelas pekerja menjadi tumbal.
Situasi seperti ini semakin jelas memperlihatkan watak pemerintah ditengah pandemik yang menghamba pada kapitalisme , sudah seharusnya kelas pekerja bersama rakyat yang mengalami penindasan dan penghisapan membangun kekuatan yang revolusioner untuk memukul balik sistem yang merusak peradaban manusia. Begitupun dengan perempuan selamanya akan mengalami ketertindasan baik ketika berada ditengah wabah ataupun tidak ada wabah jika perempuan tidak belajar dan mengorganisir diri untuk melawan kapitalisme dan patriarki, selamanya akan terkungkung dalam ketertindasannya, oleh karena itu harus ada alternative sistem yang lebih adil dan berpihak pada rakyat untuk umat manusia yang lebih baik.
Referensi :
1. https://www.jpnn.com/news/pemerintah-kucurkan-dana-rp-500-miliar-untuk-diskon-tiket-pesawat
2. https://republika.co.id/berita/q5ul4k409/kelakar-menhub-kita-kebal-corona-karena-doyan-nasi-kucing
3. https://www.suara.com/news/2020/02/15/141802/kelakar-menteri-airlangga-izinnya-berbelit-belit-virus-corona-tak-masuk
4. Penelitian Mikrobiologi di LIPI
5. file:///D:/SGBN/Covid-19/Pernyataan%20Sikap%20Komnas%20Perempuan.pdf
6. https://www.suarasurabaya.net/ekonomibisnis/2020/hasil-kajian-indef-soal-penanganan-wabah-covid-19-dan-dampak-ekonominya/
7. https://tirto.id/pandemi-corona-indonesia-bisa-kekurangan-beras-dan-bahan-pangan-eKCc
8. https://kumparan.com/bhima-yudhistira/si-kaya-dan-si-miskin-dalam-isi-kepala-jubir-corona-1t70z6ifBOK

0 Komentar